Search This Blog

Friday, June 1, 2012

(keuangan) Agar Tak Rugi Membeli Surat Utang

Oleh Herry Gunawan

Beberapa minggu terakhir ini ramai diberitakan soal surat utang Spanyol yang menawarkan imbal hasil (yield) 6,1 persen untuk jangka waktu 10 tahun. Persentase tersebut merupakan biaya yang harus dibayar oleh penerbit surat utang (dalam hal ini pemerintah Spanyol) saat utangnya jatuh tempo kelak.

Sementara itu, pemerintah Jerman juga menerbitkan surat utang tapi dengan yield hanya 1,73 persen. Ini menandakan, risiko surat utang Spanyol lebih tinggi ketimbang Jerman. Dengan kata lain, ongkos pemerintah Spanyol dalam mencari pinjaman lebih tinggi dibanding pemerintah Jerman.

Bagi investor yang berani bermain dengan tingkat spekulasi tinggi, maka surat utang Spanyol lebih menjanjikan pendapatan lebih. Namun risikonya pun lebih tinggi. Ingat rumus umum investasi: pendapatan tinggi selalu diikuti risiko yang tinggi pula (high risk, high return).

Spanyol menawarkan tingkat imbal hasil tinggi karena situasi ekonomi di negara itu memang sedang tidak stabil. Jika imbalan yang ditawarkan kecil, kecil kemungkinan ada yang berminat. Padahal, negara tersebut sedang membutuhkan dana segar.

Menerbitkan surat utang dilakukan sebuah negara, seperti Indonesia juga, biasanya untuk menambal defisit anggaran akibat pengeluaran lebih besar dari penerimaan (pajak). Lazimnya, surat utang pemerintah ini dikenal zero risk atau tanpa risiko mengingat penerbitnya adalah negara. Potensi gagal bayar sangat kecil, walaupun tetap ada (seperti Yunani).

Indonesia pun belum lama ini juga mengeluarkan surat utang dengan imbal hasil 3,75-3,85 persen per tahun. Berarti, risiko Indonesia lebih kecil dibandingkan Spanyol yang memang sedang berjuang.

Yield menjadi acuan harga dari sebuah surat utang. Hubungannya berkebalikan. Kalau yield naik, maka harga surat utangnya sedang turun atau lebih murah. Sebab rata-rata surat utang, pada umumnya dibeli dengan harga lebih rendah dari nominal yang tercantum atau dibayar dengan discount rate.

Karena itu, di saat harganya turun, imbal hasilnya akan naik. Lazimnya pada harga sebuah barang, ketika harganya turun, pembeli menyerbu. Pada saat itu, nilai barang yang dibeli tersebut memberikan harapan bahwa imbal hasil atau keuntungannya lebih besar dibandingkan sebelumnya. Kira-kira seperti itu yang terjadi pada surat utang.

Kalau mau dituliskan dalam bentuk rumus yang umum tentang yield:




Nilai pari adalah nilai yang tampak pada surat utang. Misalnya pemerintah menerbitkan surat utang senilai Rp 1.000.000.000 (nilai pari) dengan harga jual di pasar (discount rate) 90,00 (berarti dijual seharga 90 persen dari Rp 1.000.000.000), dengan jangka waktu 10 tahun dan tingkat kupon (bunga) 5 persen.

Menggunakan rumus di atas, maka nilai harapan yield yang ditawarkan sebesar 6,32 persen atau sekitar Rp 63.157.194. Lebih besar dari bunga yang hanya Rp 50.000.000. Ini sekadar ilustrasi.

Karena itu, imbal hasil ini menjadi acuan para investor sebelum menanamkan dananya di pasar surat utang. Nilai imbal hasil bisa berubah setiap saat, karena selalu diperdagangkan. Semakin tinggi imbal hasil yang ditawarkan oleh pasar, sebenarnya semakin murah harga surat utang yang ditawarkan.

Imbal hasil ini biasanya berbanding terbalik dengan suku bunga. Simulasi sederhananya, katakanlah pemerintah akan menaikan harga bensin yang diperkirakan bakal memicu inflasi. Secara ekonomi, Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga untuk menahan penurunan nilai mata uang itu.

Dengan ekspektasi tersebut, pasar surat utang akan bergerak negatif. Para investor minta imbalan lebih besar – umumnya di atas ekspektasi suku bunga – dari surat utang yang akan dibeli. Karena itu, harga surat utang bakal turun, tidak lagi 90,00 seperti contoh di atas, bisa jadi 85,00 atau 85 persen dari nilai pari.

Itulah seluk-beluk surat utang. Penerbitnya membutuhkan dana segar, pemilik dana atau investor memberikan pinjaman lewat pembelian surat berharga itu. Untung sama untung.

Salah satu instrumen yang menawarkan penanaman modal di surat utang ini adalah reksadana. Jika berminat, silakan coba. Tapi jangan lupa, harganya bisa bergerak setiap saat, mirip yang terjadi di bursa saham. Selain itu, kenali dulu instrumen dan situasinya, apakah benar tepat waktu untuk membeli.

Herry Gunawan adalah mantan wartawan dan konsultan, kini sebagai penulis dan pendiri situs inspiratif: http://plasadana.com

No comments:

Post a Comment